Langit kembali menyapa, matahari pagi pun tersenyum. Mengisyaratkan para keluarga untuk menghabiskan pagi di hari minggu itu, lain keluarga yang bermalas malasan dan tetap bekerja.
Langit serasa sangat bersahabat, ikut merayakan hangatnya bersama keluarga pun serasa sangat indah. Sangat hangat.Cinta menumpuk di sana, seperti ingin waktu itu tetap diam. Ayah
Bebrapa orang di desa itu memiliki tradisi tersendiri untuk menghabiskan waktu mereka. Walaupun hanya sekedar duduk dan tetap diam di depan televisi.
"ayah lihat rambutmu sudah mulai panjang, ganti bajumu kita pergi potong rambut, agar ibumu tetap mengenal kita sebagai pria tertampan yang pernah di kenalnya".
AKu masih mencoba merayu ayah agar tak memotong rambutku, tetapi sorot pandang ibu mengarahku lebih mampu merayuku untuk tetap mengikuti perintah ayah.
Seperti sudah mengerti, seniman rambut yang sudah di anggap mahir dan biasa oleh Ayah. Tidak boleh dengan gaya ku inginini. Aku memang harus mengamini perintah pria hebat itu, ya.. Pria yang beribu kali lipat lebih hebat dari seorang superman. Dan aku berjanji untuk tetap menyayanginya sampai kapanpun. Hasil potongan yang sama. Tidak menampik pandangan orang bahwa kami adalah keluarga yang sangat harmonis, mungkin seharmonis daun dan ranting, terkadang melambai kearah yang sama.
Ruang tamu yang hampir bertemu dengan dapur rumah dengan pemisah dinding triplek berdiri kaku, terhiasi foto lelaki gagah bersama istri dan ketiga anaknya. Satu lelaki dan dua perempuan.
Bila dilihat dengan perhatian lebih, lelaki di foto itu persis menyerupaiku, hampir keseluruhan, berdiri gagah.
Teh sudah tak terlalu panas, sudah mulai tak sabar untuk segera dicumbui. Gelas kaca bening menjadi wadah teh dan air untuk berkolaborasi. Serutan pertama dengan di temani sepiring kripik menambah ramai suasana.
"Nak, kau harus belajar dengan baik, anak laki laki itu harus hebat, ia mampu menjaga adik adiknya dengan baik".
Mungkin setupan teh tadi membangunkannya dari kesibukan rutin yang monoton, dan memilih bercengktama denganku. " iya yah.. Abang ngerti yah " aku masih mencoba merenungi celetukannya tadi, diam. Tetap diam, sepertinya aku makin mirip dengan ayah yang hobi mendiamkan orang sekitarnya.
Siara ring tone hp lamabhitam itu berdering kencang, diraihnya dengan cepat tanpa melihat siapa namanyang tertulis di layarnya. Entah mengapa setelah mengangkat telpon itu ayah mengangkat telpon itu, ia langsung bergegas untuk pergi, entah dari siapa telpon itu. Kembali aku menerka bahwa itu dari rekan kerjanya, paling ada berita yang harus di liput. Karenanyang ku tahu ayah adalah seorang jurnalis.
Bersiap dengan cepat dan berpakaian sangat rapi.
Pergi dengan membawa restu dari anak istrinya, salam yangan dan kecupan di keningku itu sangan membuat kami merasa sangat hangat. Penuh cinta.
Siang itu aku masih bermain dengan anak anak desa lainnya, seperti biasa, dengan senang dan penuh bahagia. Entah mengapa kenapa ada saja orang yang ingin menghancurkan kebahagiaanku. Aku di jemput dan di paksa untuk pulang oleh orang suruhan ibu.
Tenda tenda terpasang, dengan kursi yang tersusun raoi, tiang tiang yang telah berkarat, terpal terpal yang beberapa talinya tersangkut kencang di pohon-pohon pisang di sana.
Aku diperkenankan untuk segera mandi dan memakai pakaian yang telah tergeletak di atas tempat tidurku. Tak dapat ku baca ekspresi seluruh orang di rumah ini.
Tiba tiba rumah menjadi ramai disusul oleh mobil yang telah aku kenal namanya. Adalah ambulan yang tiba tiba terparkir di depan rumahku.
Apa ini?
Ada apa?
Masih menjadi pertanyaan beaar dalam benakku.
Seorang pria di turunkan dari ambulan itu, di sambut tangis seluruh kerabat, siapa dia?
Kembali aku melihat kearah foto yang melekat pada triplek rumah ini, wajahnya sama persis dengan pria yang diturunkan dari ambulan tadi.
Kecelakaan itu telah merenggut nyawanya. Sontak hati ini seperti hancur, darah ini mengalir kencang seprti terpaan sunami, isi kepala sudah seperti terkena hentakan dahsyat. Hancur, semua serasa hancur. Super hero itu kini hanya hidup di dalam angan, kini iyab telah tertidur lelap.